Artikel ini telah dibaca 10689 kali. Terima kasih.
Kecenderungan manusia itu selalu egosentris. Tahu kan ya arti dari egosentris? Itu lho yg sering kita dengar dalam percakapan sehari-2, “ah, kamu ini egois deh…”. Egois itu mentingin diri sendiri. Titik. Etika egosentris itu etika yg mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self). Egosentris didasarkan pada keharusan individu untuk memokuskan diri dengan tindakan apa yg dirasa baik untuk dirinya. Inti dari pandangan egosentris ini, menurut sonny keraf, bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri.
Orang jepang itu benernya juga egosentris. Cuman egosentrisnya mereka agak unik. Mereka biasa mengatakan “semua harus berawal dari saya”. Mereka meresapi betul filosofi tsb. Shg mereka selalu berpikiran kalo bukan saya yg ngerjain, tdk akan ada orang ngerjain. Kalo bukan saya yg memperbaiki, adakah orang yg akan melakukannya? Kalo bukan saya yg lebih dahulu meminta maaf, apakah dia mau memaafkan? Kalo bukan saya yg mencintainya lebih dulu, siapa yg akan mencintainya? Kl bukan saya yg membantu, siapa yg akan membantunya? Kalo bukan saya yg melakukan kaizen (improvement), lalu siapa? Dst… Dst…
Hal spt itu sdh diajarkan sedari mereka kecil… para orang tua mereka sering ngomong gini ke anak-2nya kalo lagi nasehatin, “sore wa omae no jibun no tame da (itu untuk kepentingan dirimu sendiri)!” Shg wajar aja kalo filosofi tsb dpt diresapi dg baik hingga merasuk ke tulang sumsunya. Di jepun filosofi tsb bukan lagi mainan dlm tataran wacana, opini or pemanis mulut. Tp sdh betul-2 menjadi bagian dari jalan hidupnya (individu dan masyarakat). Ah, masa? Iya, betul. Setidaknya dari pengalaman hidup di sana, saya sering mendapatinya.
Suatu hari saya buru-2 ngejar subway (kereta listrik) supaya gak telat masuk kelas. Karena terburu-2 saya tidak hati-2 sehingga berbenturan dg ibu-2. Sekejap (atau sekejab?) si ibu-2 tadi membungkukkan badannya sambil ngucap, “sumimasen (maaf)… sumimasen…” berkali. Padahal jelas-2 yg salah saya. Pada kesempatan yg lain, ketika saya ingin menyberang di jalan yg tidak ada lampu merahnya, saya berdiri menunggu kondisi jalan sepi. tapi meskipun kondisi jalannya ramai kendaraan saya bisa nyebrang tanpa harus nunggu suepi pi. Tahu kenapa? Kendaraan-2 (dari 2 arah yg berlawan) berhenti dengan sendirinya dan mempersilahkan saya untuk menyebrang. Kata mereka, “pejalan kaki adalah prioritas yg harus diberikan kesempatan terlebih dahulu dan ketika kamu nyetir mobil lalu melihat ada orang yg mau nyebrang, maka kamu adalah orang pertama yg harus berhenti dan mempersilahkan pejalan kaki menyebrang. Jgn mikir bahwa orang lain akan melakukannya…” nanto iu subarashii koudou da (suatu tindakan yang sangat menakjubkan)!
Lalu dimana kaitannya cerita egosentris diatas dengan judul pada tulisan ini, self empowering? Kl egosentris fokus pada keuntungan pribadi (individu), maka pada self empowering juga fokus utk kepentingan pribadi juga. Tahu kan ya arti dari self empowering itu apa? artinya memberdayakan diri. Sudah barang tentu kalo kita selalu melakukan pemberdayaan terhadap diri-2 kita, otomatis hal tersebut akan berdampak (positif) kepada diri kita sendiri. Pasti! Nggak ada ceritanya meng-self-empowering akan berdampak negatif or merugikan diri orang yg melakukannya. Non sense… sekali pun akan ada yg memanfaatkan diri orang-2 sudah ter-empowering, pada akhirnya tetap akan menguntungkan orang yg bersangkutan. Kalo gak di dunia, ya di akherat lah… *smile*
Sabtu lalu (tgl 19 sept 2011) saya ikutan ekskul (bukan ekstra kuliner ya? *smile*) singkat di sebuah gedung di jakarta. Persertanya mayoritas wanita-2 muda yang ingin mencoba tantangan baru dalam menjalani hidup. Ekskul ini berisi ttg bagaimana menarik, mengajak, menyakinkan orang lain, bagaimana cara menjual produk atau jasa dsj. Sangat (semakin) menarik (karena peserta-2nya muda-2 dan ehem-2… instrukturnya pun se-type… *smile*).
Apa yg dilakukan oleh para peserta muda ini adalah salah satu bentuk dari aktifitas self empowering. Mereka berusaha mengetahui cara-2 atau teknik yg dibutuhkan utk hal tadi, yg selama ini belum mereka ketahui. Saya tidak tahu secara pasti mereka berdatangan dari mana saja. Tapi kl melihat dari tampilannya yg beragam, mereka datang berbagai elemen sosial. Yaitu, ibu rumah tangga, mahasiswi dan karyawan suatu perusahaan. Mereka semua memiliki tujuan yg sama sehingga mereka mau melakukan atau mengikuti seminar bagaimana caranya membemberdayakan diri.
Orang-2 seperti ini memahami betul bahwa manfaat yg akan didapatkan dari seminar itu akan dapat memperbaiki diri-2 mereka sendiri. Mereka semua mandiri dan tidak menunggu empowering datang dari sang suami, kampus atau perusahaan di mana mereka bekerja. Mereka semua memiliki etika egosentris. Tidak menunggu apa yang akan orang lakukan terhadap diri mereka tetapi secara inisiatif, inovatif dan aktif melakukan self empowering. Tidak perduli tantangan apa yg akan menghadang mereka di depan. Mereka hanya punya satu tekad dan keyakinan, apa yg mereka lakukan adalah baik dan bermanfaat utk diri-2 mereka pada awalnya, dan ujung akan dapat memberikan manfaat kepada komunitasnya, yaitu rumah tangga, kampus dan perusahaannya. Pada bagian terujungnya, self empowering yg mereka lakukan akan meng-empowering lingkungan di mana mereka berada. Bila sudah sampai pada tahap terujung, maka kita akan dapati sebuah tatanan masyarakat yg begitu indah, seperti tatanan masyarakat di jepang dan negara maju lainnya…
Kisah film “sang pencerah” yg sedang diputar saat ini adalah salah satu contoh dari cerita sukses self empowering seorang Muhammad Darwis yg lebih dikenal dengan sebutan K.H. Ahmad Dahlan pendiri salah satu ormas terbesar di nusantara ini. self empowering yg dilakukannya pada akhirnya dapat meng-empowering masyarakatnya pada saat itu dan spiritnya hingga saat ini masih terasa dengan kencang bagi orang-2 yg berjiwa mandiri. Terakhir, manusia keren adalah mereka-2 yang selalu memberdayakan diri, keluarga dan lingkungannya di mana dia berada. (facebook status, Candra, 2010).
Artikel ini telah dibaca 10689 kali. Terima kasih.